Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah menghindari membuat kebijakan yang berpotensi menekan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja pun menyoroti rencana pungutan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari gaji pekerja yang akan dilakukan pemerintah. Ia mengaku tidak setuju akan rencana pungutan iuran untuk Tapera, sehingga ia menyarankan agar ditunda pelaksanaannya.
"Selain peruntukannya belum jelas, ini juga berpotensi mengganggu daya beli masyarakat kelas menengah bawah," kata Alphonzus kepada wartawan di Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024). Berikutnya, ia menyoroti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Alphonzus juga berharap rencana kenaikan PPN tersebut bisa ditunda.
Ledakan Keras di Pusat Tel Aviv, Belasan Tentara Israel Roboh Dalam Sehari di Front Gaza Lebanon Halaman 4 Tak Perlu Minum Obat Seumur Hidup, dr Zaidul Akbar ungkap Kebiasaan Baik Buat Darah Tinggi Sembuh Serambinews.com Menurut dia, itu bisa berdampak pada harga jual, yang mana jika harga jual naik, masyarakat kelas menengah ke bawah akan menjadi yang paling terdampak.
"Bagi kelas menengah ke bawah ini akan sangat terasa. Akhirnya, menurunkan daya beli. Kalau ini diterapkan semua, ini akan membuat situasi semakin tidak sehat," ujarnya. Alphonzus memahami bahwa pemerintah membutuhkan penerimaan negara tambahan. Namun, seharusnya tidak dengan menaikkan tarif. Ia mencontohkan dengan kebijakan menurunkan beberapa pajak daerah. Misalnya seperti pajak wahana permainan anak dan hiburan bioskop, yang biasanya 25 30 persen, sekarang turun hanya maksimal 10 persen.
Ternyata, kata Alphonzus, itu meningkatkan transaksi dan banyak pelaku usaha baru yang berbisnis wahana permainan anak. Transaksinya pun berlipat. "Toh pemerintah bisa menerima lebih (banyak) dibandingkan menaikkan tarif," ucapnya. Oleh karena itu, ia meminta kembali agar jangan dulu menaikkan PPN menjadi 12 persen. Waktunya juga disebut kurang tepat jika kelak rencana ini terealisasi.
"Sebaiknya ditunda, waktunya belum tepat. Pertumbuhan sekarang belum optimal, jadi dorong dulu pertumbuhannya semaksimal mungkin, baru mainkan tarifnya," tutur Alphonzus.