3 Gambaran Hubungan dalam Kesepakatan Hamas dan Fatah, Berdamai setelah Hampir Dua Dekade Bersiteru

Faksi faksi Palestina yang selama ini berseteru, Hamas dan Fatah menandatangani deklarasi di Cina untuk membentuk pemerintahan persatuan atas Tepi Barat dan Jalur Gaza, Selasa (23/7/2024). Kesepakatan tersebut dinilai dapat mencairkan hubungan dan potensi rekonsiliasi dua kelompok besar politik Palestina yang telah lama berselisih mengenai pemerintahan mereka Berikut adalah gambaran singkat terkait latar belakang deklarasi tersebut dan potensi ke depannya.

Partai sekuler Fatah dan Hamas yang beraliran Islam Sunni merupakan dua faksi besar di Palestina Keduanya dikenal mulai berselisih keraspada tahun 2005 lalu setelah pemimpin Fatah, Mahmoud Abbas menolak untuk bergabung dengan pemerintahan Palestina yang kala itu dibentuk oleh Hamas. Secara garis besar, Hamas memerintah wilayah Gaza dan menolak untuk mengakui Israel secara resmi,

Sementara itu, Fatah yang mendominasi Otoritas Palestina memerintah di Tepi Barat dan telah mengakui Israel sejak kesepakatan damai di awal tahun 1990 an , serta mendukung solusi dua negara. Ledakan Keras di Pusat Tel Aviv, Belasan Tentara Israel Roboh Dalam Sehari di Front Gaza Lebanon Halaman 4 Chelsea Memiliki Ultimatum Transfer Final Rp1 Triliun Setelah Kesepakatan Pengganti Raheem Sterling Banjarmasinpost.co.id

Bintang Juventus Dikaitkan dengan Inter Milan Dalam Kesepakatan Pertukaran yang Mengejutkan Banjarmasinpost.co.id Israel Makin Terjepit Jelang Gempuran Iran Lebanon, Hamas Abaikan Perundingan karena Alasan Ini Serambinews.com Keduanya sudah melakukan kesepakatan untuk mengatasi perselisihan tersebut, tapi kurang efektif. Misalnya dalam perjanjian rekonsiliasi di Kairo, Mesir, pada tahun 2011, dan 11 tahun kemudian di Aljir, Aljazair, tetapi ketentuannya tidak pernah dilaksanakan.

Kesepakatan lain, seperti Deklarasi Beijing yang menyerukan negara Palestina berdasarkan batas batas yang berlaku saat itu juga tidak efektif. Deklarasi tersebut hanya memberikan garis besar tentang kerja sama kedua faksi tanpa kerangka waktu pelaksanaannya, bahkan tidak membahas perbedaan pandangan kedua kelompok tersebut tentang Israel. Tahani Mustafa, seorang analis di Crisis Group, sebuah lembaga pemikir internasional, meragukan bahwa perjanjian Beijing akan menandai titik balik.

“Banyak dari ini (kesepakatan yang dibangun oleh Hamas dan Fatah) hanya sekadar aksi humas,” kata Mustafa. Israel mengecam kesepakatan tersebut, dan mengatakan ketidaksetujuannya atas keterlibatan Hamas dalam pengelolaan Gaza setelah perang. Amerika Serikat dan negara negara Barat lainnya juga menolak Hamas dalam pemerintahan Palestina, kecuali jika mereka telah mengakui Israel.

Persoalan mengenai pemimpin Gaza setelah perang memang menjadi salah satu masalah sulit yang belum terselesaikan dalam negosiasi di Kairo. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan, tidak ingin Otoritas Palestina ikut serta dalam pengelolaan Gaza di masa mendatang. “Saya tidak siap berpindah dari Hamastan ke Fatahstan,” Netanyahu mengumumkan pada bulan April.

Pemerintahan Netanyahu dan parlemen Israel telah menolak pembentukan negara Palestina . Kesepakatan yang dicapai tersebut tidak terlepas dari peran Beijing. Dalam kesepakatan tersebut, Pemerintah Cina memposisikan dirinya sebagai mediator, meski tidak menjadi bagian dari perundingan perdamaian resmi antara Israel dan Hamas.

Langkah tersebut secara luas dipandang sebagai bagian dari upaya Xi Jinping untuk meningkatkan status global Beijing yang bertindak sebagai penyeimbang pengaruh Barat. Sebelumnya, deklarasi tersebut bertujuan untuk membentuk pemerintahan persatuan demi mempertahankan kontrol Palestina atas Gaza. Dilansir Al Jazeera, deklarasi tersebut dicapai dalam tiga hari perundingan intensif di Cina yang ditandatangani Hamas dan Fatah, serta 12 kelompok Palestina lainnya.

(mg/mardliyyah) *Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *